Unique ASN : (Series 1: TOD-Rule) The workforce for Re-Born Priangan Railway, Does it's works?
Re-born Priangan Railway dengan adanya jalur ganda baru yang secara bertahap akan beroperasi memicu secara mandiri untuk BTP Jabar menyiapkan dengan baik konsep kerjasama kedepannya dalam pengelolaan aset sebagai contoh sukses story di BTP Jakban pemanfaatan ruang retail dan LRT Palembang adalah Unit Kerja BLU di DJKA yang sudah mulai memperlihatkan pemanfaatan aset dengan konsep bisnis yang jelas. Mereka mulai mempelajari success story dalam hal Pemanfaatan Stasiun dan Sarana Kereta untuk media promosi, Aset Komersil untuk Retail, Penamaan stasiun dengan brand tertentu, pembangunan stasiun oleh developer untuk kemudahan akses penghuni.
Hal menarik dalam giat Direktorat Prasarana Perkeretaapian tanggal 10 Maret 2022 membahas penyusunan kebijakan dan regulasi terkait Infrastructure Maintenance and Operation (IMO) serta Track Access Track (TAC) di bidang Prasarana dijelaskan lesson learn Konsultan Deloitte Consulting Indonesia menjelaskan Inisiatif Pendapatan Non-Farebox (NFT) MRT Jakarta sesuai data Laporan Tahunan MRTJ 2019-2020 tercatat senilai Rp. 225 Milyar pada tahun 2019 naik menjadi Rp.383 Milyar tahun 2020 dengan rincian yaitu Hak Penataan stasiun/Naming Right, Layanan periklanan di area operasional dan kereta MRT Jakarta, Layanan periklanan media di luar ruang atau media pilar, ritel stasiun slot pembayaran tiket digital dan kartu e-money, fibre optic, telekomunikasi, dan slot duck cable, kolaborasi dengan 9 startup digital untuk lifestyle. Lesson learn key succes Factors untuk Non-Farebox Pelaksanaan oleh Transjakarta dan MRT yaitu kejelasan kepemilikan aset, kemitraan dengan pelaku industri, pengusahaan jangka panjang untuk keberlanjutan pendapatan NFB, dukungan pemerintah untuk kejelasan NFB dan revenue sharing.
Tahun 2021, Penulis Utama Erni Basri (BTP Jabar), Esty (BTP Jabar) dan Nintasha (Balai Pengujian DJKA) menyiapkan bahan bersama untuk sebuah wawancara media Mahasiswa Teknik Sipil Undip, saduran dari materi yang kita kumpulkan dari Rosita (LRT Palembang), Erna (BPTJ) dan beberapa bahan TOD penulis kumpulkan ketika menangani sebahagian peran tugas saya selama menjalani kesiapan kebijakan TOD yang ada di Indonesia pada saat bekerja di Direktorat Prasarana maupun materi kuliah S2 di Hiroshima University Japan. Kuliah S1 Esty di ITB, Nintasha sebagai PIC TOD Direktorat Prasarana 2019-2020.
A. Adakah persyaratan khusus untuk menentukan pengembangan kawasan berbasis TOD? Area di sekitar titik transit – dimana area tersebut merupakan sebuah kawasan yang potensial bagi pengembangan suatu daerah;
(1) Perlunya dukungan sistem transit berkapasitas tinggi dengan rute yang cukup dengan jangkauan hingga regional dan persyaratan headway yang cukup pendek yang mampu mendorong perkembangan lingkungan disekitar simpul transit;
(2) Perlunya
menciptakan lingkungan yang ramah untuk moda transportasi tidak bermotor;
(3) Cakupan
area kawasan TOD memiliki radius 350-700 meter dari pusat transit menuju pusat
kegiatan lain;
(4) Aspek
Lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
Dalam Peraturan Menteri ATR BPN No. 16 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit, dibahas mengenai Prinsip TOD dalam mewujudkan kawasan campuran serta kawasan padat dan terpusat yang terintegrasi dengan sistem transportasi massal, terdiri atas:
a. pengembangan kawasan dengan mendorong mobilitas berkelanjutan melalui peningkatan penggunaan angkutan umum massal, yang paling sedikit meliputi:
- pengintegrasian fungsi dan fasilitas kawasan dengan struktur ruang kota;
- pengembangan kawasan campuran;
- peningkatan konektivitas dan kesatuan antarruang dan antarbangunan dalam kawasan;
- pengembangan kawasan dengan intensitas sedang hingga tinggi untuk membentuk lingkungan yang padat;
- penataan fungsi kawasan untuk mengurangi kebutuhan jarak perjalanan; dan
- perwujudan ruang terbuka yang ramah untuk pengguna fasilitas transit
b. pengembangan fasilitas lingkungan untuk moda
transportasi tidak bermotor dan pejalan kaki yang terintegrasi dengan simpul
transit, yang paling sedikit meliputi:
- perumusan kebijakan pembatasan penggunaan kendaraan bermotor;
- penataan parkir yang mendorong penggunaan moda transportasi massal;
- perwujudan sistem jaringan jalan dan jalur moda transportasi tidak bermotor serta pejalan kaki dengan aksesibilitas tinggi;
- perwujudan tata bangunan untuk menciptakan lingkungan yang mendorong moda transportasi tidak bermotor dan pejalan kaki; dan
- pengembangan kawasan yang menyediakan rute pendek bagi pengguna moda transportasi tidak bermotor dan pejalan kaki
2. Bagaimana TOD diintegrasikan dalam sistem rencana tata ruang yang ada?
Kawasan Transit Oriented Development (TOD) menggabungkan guna lahan residensial, perdagangan, jasa, perkantoran, ruang terbuka, dan ruang publik sehingga memudahkan masyarakat dan pengguna untuk melakukan perjalanan dengan berjalan kaki, sepeda, maupun moda transportasi umum (Calthorpe, 1993).
(3) Bagaimana menentukan titik transit yang berpotensial untuk menjadi kawasan TOD?
a. Secara umum:
- Area tersebut berpotensi dengan didukung oleh beberapa simpul transportasi;
- Terletak pada lokasi yang memungkinkan bertemunya pengguna transportasi dalam satu lokasi;
- Dikelilingi oleh pusat bisnis dan/atau perbelanjaan dan/atau pemukiman dan/atau perkantoran. Bangunan lebih tinggi dibanding kawasan lain agar kegiatan terpusat di kawasan TOD karena ada penambahan kepadatan yang signifikan.
- Memberikan dampak pada perbaikan transportasi yang berkelanjutan;
- Memudahkan pengguna/masyarakat untuk beralih moda transportasi dan mendukung masyarakat untuk berjalan kaki dan tidak menggunakan transportasi pribadi.
Penentuan lokasi kawasan potensial TOD dilakukan melalui:
- kajian pengembangan sistem transportasi massal dalam lingkup regional dan lokal, serta prasarana penunjangnya;
- kajian kebutuhan dan arah pengembangan kota/Kawasan Perkotaan, strategi pembiayaan pembangunan dan kebijakan lainnya yang terkait;
- kajian lingkungan hidup yang meliputi analisis kemampuan lahan, analisis kesesuaian lahan, serta analisis kerentanan dan risiko bencana;
- kajian daya dukung prasarana kawasan;
- kajian karakteristik pemanfaatan ruang kota/Kawasan Perkotaan aktual yang meliputi ketersediaan ruang/tanah, status tanah, dan perizinan; dan
- kajian kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Penentuan lokasi kawasan potensial TOD memenuhi kriteria paling sedikit:
- berada pada Simpul Transit jaringan angkutan umum massal yang berkapasitas tinggi berbasis rel;
- memenuhi persyaratan intermoda dan antarmoda transit;
- dilayani paling kurang 1 (satu) moda transit jarak dekat dan 1 (satu) moda transit jarak jauh;
- sesuai dengan arah pengembangan pusat pelayanan dan kegiatan;
- berada pada kawasan dengan kerentanan bencana rendah disertai dengan mitigasi untuk mengurangi risiko bencana; dan
- berada pada kawasan yang tidak mengganggu instalasi penting negara.
(4) Bagaimana merancang sistem transportasi (sistem jaringan) untuk mewujudkan TOD?
Diperlukan
sistem transportasi massal yang disertai dengan sistem transit atau sistem
pergantian moda yang efisien yang memungkinkan masyarakat untuk meminimalisir
waktu perjalanan. Pada umumnya kawasan TOD dibangun pada kawasan simpul
transportasi berbasis rel, namun kawasan lain seperti terminal bus juga layak
untuk dikembangkan.
Pengembangan
sistem transportasi massal merupakan prasyarat utama pengembangan kawasan TOD
dan keberhasilan TOD dipengaruhi oleh jumlah pengguna transportasi massal pada
simpul-simpul transit. Pengembangan sistem transportasi ini sangat penting
untuk menciptakan pasar sebagai daya tarik kegiatan di sekitar simpul transit.
Sistem transportasi massal meliputi moda transportasi massal berkapasitas
tinggi, sedang dan rendah, baik pada jarak dekat maupun jarak sedang dan jauh
serta headway. Sistem transportasi massal harus disertai dengan sistem transit
atau sistem pergantian moda yang efisien dan lingkungan yang ramah untuk
pejalan kaki. Prasyarat transportasi massal dalam pengembangan kawasan TOD
minimal memiliki 1 (satu) moda transit jarak dekat dan 1 (satu) moda jarak jauh
sebagaimana dapat dilihat pada Tabel berikut ini:
(5) Dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu:
a. Pada kawasan sudah terbangun, pengembangan kawasan TOD dapat dilakukan dengan pembangunan kembali tanah atau ruang yang sudah terbangun (redevelopment site), yaitu peremajaan kawasan melalui tahapan perancangan kawasan TOD, perubahan struktur dan penambahan fungsi baru selaras dengan pengembangan kawasan TOD serta penataan lingkungan yang dilengkapi fasilitas transit atau fasilitas kawasan TOD dengan ketentuan pemanfaatan ruang sebagaimana diatur dalam pedoman ini. Dalam strategi ini, Pemerintah/pemerintah daerah dapat mengatur penguasaan tanah pada Kawasan TOD melalui konsolidasi tanah, bank tanah serta perangkat penunjang lainnya dengan memperhatikan peraturan perundangan dan kepentingan umum.
b. Pembangunan pada tanah kosong di antara tanah terbangun (infill development site), yaitu pengembangan pada tanah kosong/terbengkalai di antara tanah terbangun pada radius pengembangan kawasan TOD. Strategi ini dilakukan melalui tahap:
- Pengembangan persil-persil tanah kosong di antara tanah terbangun dengan kegiatan dan intensitas pemanfaatan ruang yang selaras dengan Kawasan TOD; dan
- Penyesuaian kegiatan atau intensitas pemanfaatan ruang pada tanah terbangun sesuai dengan kriteria teknis kawasan TOD dengan penerapan perangkat penunjang kawasan TOD atau perangkat perwujudan rencana tata ruang lainnya.
Strategi ini tidak menekankan penguasaan tanah oleh satu entitas, namun berkolaborasi dengan pemilik tanah yang ada, yang dapat ditetapkan dalam bentuk ketentuan pemanfaatan ruang dalam rencana tata ruang.
c. Pembangunan pada kawasan atau tanah yang belum terbangun (new growth area), yaitu pembukaan daerah-daerah baru yang luas dan umumnya terletak di daerah perbatasan pinggir kota (periphery). Strategi ini dilakukan dengan:
- mengembangkan sistem transit/transportasi masal primer/utamanya yang ditunjang dengan sistem sekunder dan feedernya; dan
- mengembangkan kawasan di sekitar simpul transit dengan menerapkan perangkat-perangkat penunjang perwujudan ruang.
Pengembangan kawasan berorientasi transit (TOD) dapat dilakukan oleh masyarakat tanpa mengubah status kepemilikan tanah yang ada dan/atau dikembangkan oleh penyedia layanan angkutan massal berbasis rel sebagai transportasi utama kawasan TOD melalui penguasaan tanah dan pengelolaan kawasan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(6) Tantangan atau hambatan apa yang dihadapi
kota kota di Indonesia secara umum untuk mengembangkan konsep TOD?
Antara lain terdapat 4 tantangan, yaitu:
- Tantangan regulasi
- Tantangan investasi
- Tantangan lahan
- Tantangan konektivitas
- Belum ada analisa masterplan kawasan, sehingga belum ada perencanaan pembangunan yang komprehensif dan berkelanjutan
- Kawasan TOD terdiri dari beberapa area yang dimiliki oleh swasta maupun pemerintah dan belum ada peraturan tentang siapa pengelola Kawasan TOD
- Belum ada revisi peraturan daerah tentang batasan kepadatan kawasan. Daerah TOD harus memiliki kepadatan yang lebih tinggi dengan kegiatan campuran dibanding daerah lain.
- Belum ada insentif yang cukup bagi pemilik lahan atau bangunan untuk meningkatkan konektivitas di sekitar propertinya.
- Ukuran persil lahan di sekitar stasiun transportasi massal yang seringkali kecil membatasi fungsi dan kepadatan bangunan yang dapat dibangun
(7) Karena pengembangan sebuah kota dengan konsep Kawasan Transit Oriented Development (TOD) dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya adalah:
- Mengurangi jumlah pengguna kendaraan pribadi sehingga terhindar dari kemacetan, polusi udara, serta emisi gas rumah kaca.
- Meningkatkan angkutan penumpang transit dan pendapatan daerah dari tarif angkutan.
- Memperluas mobilitas dengan mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi, sehingga bisa mengurangi biaya transportasi.
3.
Meningkatkan akses terhadap pekerjaan dan memberikan kesempatan ekonomi bagi
masyarakat berpenghasilan rendah.
Kondisi tatanan kota sekarang ini sudah terbentuk, lalu bagaimana cara mengubah konsep
(8) Di era sekarang banyak hunian seperti apartemen2 yang berlabelkan TOD, bagaimana pendapat apakah hunian sudah benar benar menjalankan konsep TOD atau ada hal hal yang perlu ditambahkan supaya benar benar dianggap menerapkan prinsip TOD?
Belum, karena hunian vertikal saat ini hanya menonjolkan aspek pengembangan kawasan campuran saja tanpa memperhatikan kaitannya dengan pengembangan fasilitas lingkungan untuk moda transportasi tidak bermotor dan pejalan kaki yang terintegrasi dengan simpul transit, dimana hal tersebut justru memperparah buruknya kondisi sistem transportasi saat ini.
Di Indonesia sendiri khususnya Jabodetabek sudah banyak sekali Rencana Pengembangan kawasan kearah konsep TOD, untuk menentukan apakah konsep TOD yang diterapkan berhasil atau tidak adalah dengan mengetahui ketergunaan sarana dan prasarana moda transportasi yang ada pada area tersebut sehingga dapat memberikan Waktu perjalanan yang singkat, Masyarakat lebih sehat karena banyak berjalan kaki, Ongkos transportasi lebih murah dengan transportasi massal, Berkurangnya polusi udara, berkurangnya kecepatan dan dengan waktu perjalanan yang lebih, orang tidak mudah stres. Oleh karena itu maka perlu adanya :
Pembangunan
yang berorientasi pejalan kaki - Kawasan TOD mempunyai trotoar yang nyaman
untuk pejalan kaki dan mempunyai ruang transit antar jaringan transportasi
serta mempunyai muka bangunan gedung yang aktif. Konektifitas antar gedung,
terutama dengan gedung stasiun atau terminal, juga baik.
Ruang
terbuka untuk publik yang hidup - Tersedia di sekitar wilayah TOD, ruang
terbuka akan dijadikan titik kumpul atau titik istirahat para penumpang di
sekitar daerah TOD.
Bangunan
yang selalu hidup 24 jam - Penggunaan lahan campuran (mixed use) untuk
tiap-tiap gedung yang ada di Kawasan TOD sehingga tiap bangunan selalu hidup
dan menimbulkan rasa nyaman untuk orang disekitarnya.
(9.) Bagaimana cara yang efektif dalam strategi publikasi dan promosi untuk menyukseskan program kawasan berbasis TOD?
Hal
tersebut salah satunya dapat dilakukan dengan cara member insentif untuk
developer, investor dan pemangku kepentingan lain yang akan berdampak pada
harga hunian yang disediakan menjadi lebih terjangkau dan developer, investor
dan pemangku kepentingan lain dapat memperoleh keuntungannya melalui nilai
tangkapan berupa pajak, obligasi, tariff, serta skema pembaruan kota.
Membuat atau menciptakan komunitas pejalan kaki guna mengakomodasi masyarakat supaya hidup lebih sehat dan aktif.
( 10 ) Bagaimana cara pemerintah mengcover dana operasional mengenai transportasi terjangkau di semua kalangan masyarakat, apakah sudah sepenuhnya tertutup dari pendapatan tarif tiket atau perlu tambahan dari dana pemerintah?
Untuk
Sektor Transportasi Massal Perkeretaapian Umum
Belum
sepenuhnya tertutup, sehingga terdapat 2 sistem pembiayaan untuk tarif angkutan
umum. sehingga masih memerlukan tambahan dan dari pemerintah.
( 11 )
Apa Bapak/Ibu memiliki data seputar penerapan dan perkembangan TOD di Indonesia
untuk nanti kami coba tampilkan pada artikel majalah?
Pada intinya kita dapat memberikan contoh lesson learn yang ada di Jabodetabek, semoga di BTP Jabar sudah bisa juga mulai menyiapkan lebih baik.
Beberapa
tahun belakangan Indonesia baru saja memulai proyek-proyek dengan konsep TOD di
kawasan berbasis rel yaitu area stasiun MRT, LRT, Kereta Cepat Jakarta –
Bandung, KRL Jabodetabek, dsbg dengan pembangunan hunian vertikal, konsep terus dikembangkan kerjasamanya ada yang sudah berjalan, ada yang masih menyelesaikan integrasinya dan adapula yang sudah mulai konstruksi namun memang terdapat keterlambatan dalam penyelesaiannya namun tetap berprogress.
Beberapa
pengembangan : TOD Jagakarsa, TOD Pondok Cina, TOD Rawa Buntu, TOD Tanjung
Barat, TOD Pancoran, TOD Ciliwung, TOD Kampung Rambutan, TOD Ciracas, Dst.
TOD
Perumnas – PONDOK CINA, RAWA BUNTU, TANJUNG BARAT.
Fokus
pengkajian awal dalam menentukan kelayakan proyek adalah aspek lahan, aspek
desain, aspek pasar, dan aspek regulasi.
Aspek
lahan yang dikaji pada proyek hunian terintegrasi simpul transportasi yang
dilakukan Perumnas, tidak difokuskan kepada pembelian lahan karena merupakan
sinergi antar BUMN dengan memanfaatkan lahan-lahan milik PT KAI berupa lahan
park and ride.
Kerjasama
yang dilakukan perumnas terhadap lahan tersebut berdurasi 50 tahun (20+30)
dengan skema sewa. PT KAI akan mendapatkan benefit melalui sewa lahan dan
profit sharing sebagai kompensasi dari penggunaan lahan yang akan dikelola oleh
Perumnas.
Kajian
selanjutnya dilakukan di Stasiun Rawa Buntu sebagai lokasi yang bisa
dikembangkan sebagai lokasi hunian dan komersial yang terintegrasi dengan
simpul dan dilakukan dengan proses design and build dengan harapan tahapan
konstruksi dan rancang bangunnya bisa lebih cepat dan efisien namun ternyata
tidak demikian hasilnya.
Terdapat
berbagai macam kendala teknis yang dihadapi karena pengembangan proyek seperti
merupakan hal baru sehingga belum terbiasa dilakukan oleh Perumnas yang
mengakibatkan beberapa permasalahan.
Di lokasi
ketiga, Stasiun Rawa Buntu dilakukan pendekatan yang berbeda dengan memisahkan
proses desain dan konstruksi.
Lampiran 1:
Sumber : DJKA 2021
Comments
Post a Comment