10 Prinsip Hidup dan Sukses with Emma Grede

10 Prinsip Hidup dan Sukses

  1. Kenali apa yang kamu tidak tahu.
    Tidak perlu menjadi ahli dalam segala hal. Delegasikan pada mereka yang lebih berpengalaman untuk hasil maksimal.

    Menurut Argyris (1991), kesadaran akan keterbatasan diri adalah bentuk "double-loop learning" yang penting untuk efektivitas kepemimpinan.

    Referensi:
    Argyris, C. (1991). Teaching smart people how to learn. Harvard Business Review, 69(3), 99–109.

  2. Manfaatkan apa yang kamu miliki.
    Gunakan aset sosial seperti relasi, reputasi, dan peluang. Modal sosial terbukti meningkatkan pencapaian.

    Coleman (1988) menjelaskan bahwa modal sosial seperti jaringan dan kepercayaan memperkuat aksi individu dalam struktur sosial.

    Referensi:
    Coleman, J. S. (1988). Social capital in the creation of human capital. American Journal of Sociology, 94, S95–S120. https://doi.org/10.1086/228943

  3. Jadilah dirimu sendiri.
    Keunikan adalah nilai tambah dalam kehidupan pribadi dan profesional.

    Menurut Kernis & Goldman (2006), otentisitas berkorelasi dengan kesejahteraan psikologis dan hubungan yang sehat.

    Referensi:
    Kernis, M. H., & Goldman, B. M. (2006). A multicomponent conceptualization of authenticity: Theory and research. Advances in Experimental Social Psychology, 38, 283–357. https://doi.org/10.1016/S0065-2601(06)38006-9

  4. Hadapi masa lalumu.
    Menyelesaikan luka lama penting agar tidak menghambat masa depan.

    Penyembuhan masa lalu melalui rekonsiliasi diri berkaitan erat dengan peningkatan kesejahteraan mental (Neimeyer, 2000).

    Referensi:
    Neimeyer, R. A. (2000). Narrative disruptions in the construction of the self. In J. E. Gillham (Ed.), The science of optimism and hope (pp. 101–116). Templeton Foundation Press.

  5. Ambil tanggung jawab penuh.
    Sikap proaktif adalah inti dari kepemimpinan dan pengembangan diri.

    Covey (1989) menekankan tanggung jawab pribadi sebagai kebiasaan pertama dalam efektivitas pribadi.

    Referensi:
    Covey, S. R. (1989). The 7 habits of highly effective people: Powerful lessons in personal change. Free Press.

  6. Fokus pada yang bisa kamu kendalikan.
    Fokus pada locus of control internal meningkatkan ketahanan dan produktivitas.

    Rotter (1966) menemukan bahwa individu dengan locus of control internal memiliki motivasi dan pengendalian diri yang lebih tinggi.

    Referensi:
    Rotter, J. B. (1966). Generalized expectancies for internal versus external control of reinforcement. Psychological Monographs, 80(1), 1–28. https://doi.org/10.1037/h0092976

  7. Ambil risiko.
    Perubahan besar membutuhkan keberanian untuk melangkah di luar zona nyaman.

    Kahneman dan Tversky (1979) menjelaskan bahwa manusia cenderung menghindari risiko, namun pertumbuhan sering terjadi justru ketika risiko diambil secara sadar.

    Referensi:
    Kahneman, D., & Tversky, A. (1979). Prospect theory: An analysis of decision under risk. Econometrica, 47(2), 263–291. https://doi.org/10.2307/1914185

  8. Kerja adalah kewajiban.
    Tidak ada kesuksesan tanpa kerja keras yang konsisten.

    Duckworth et al. (2007) menemukan bahwa “grit” atau ketekunan lebih penting daripada IQ dalam meraih kesuksesan jangka panjang.

    Referensi:
    Duckworth, A. L., Peterson, C., Matthews, M. D., & Kelly, D. R. (2007). Grit: Perseverance and passion for long-term goals. Journal of Personality and Social Psychology, 92(6), 1087–1101. https://doi.org/10.1037/0022-3514.92.6.1087

  9. Kamu bisa punya semuanya—tapi tidak sekaligus.
    Prioritas dan pengelolaan waktu adalah kunci menjaga keseimbangan.

    McKeown (2014) dalam bukunya Essentialism menyarankan untuk memilih yang esensial dan mengeliminasi sisanya demi hasil maksimal.

    Referensi:
    McKeown, G. (2014). Essentialism: The disciplined pursuit of less. Crown Business.

  10. Terus belajar. Terapkan pelajaran.
    Pembelajar seumur hidup punya keunggulan dalam beradaptasi dan berkembang.

Menurut Kolb (1984), siklus pembelajaran aktif yang mencakup refleksi dan penerapan adalah inti dari pengembangan pribadi yang efektif.

Referensi:
Kolb, D. A. (1984). Experiential learning: Experience as the source of learning and development. Prentice Hall.


https://www.youtube.com/watch?v=8JS0MZGPSE8

Emma's Blueprint For a Successful Life | Aspire with Emma Grede

Selama lebih dari 20 tahun, saya telah membangun, menjalankan, dan berinvestasi dalam berbagai bisnis luar biasa. Saya ikut mendirikan sebuah perusahaan unicorn bernilai miliaran dolar dan membantu mengembangkan berbagai perusahaan lain hingga mencapai nilai ratusan juta dolar. Di saat yang sama, saya juga membesarkan empat anak di Los Angeles.

Namun, perjalanan saya dimulai dari tempat yang sangat berbeda. Saya tumbuh di lingkungan yang keras di East London, sebagai satu dari empat saudara perempuan yang dibesarkan oleh seorang ibu tunggal. Perjalanan ini mengajarkan saya banyak hal. Dan kini, saya memasuki dunia podcast—sebuah wilayah baru bagi saya.

Saya telah membangun bisnis-bisnis yang memiliki tujuan, meskipun awalnya belum tentu selaras dengan tujuan pribadi saya. Baru ketika saya mulai membimbing orang lain, memimpin tim, dan memberi arahan, saya benar-benar menyadari apa yang menjadi panggilan hidup saya: membantu orang lain menemukan jalan dan kesuksesan mereka sendiri.

Dari situlah muncul ide untuk menciptakan acara ini—berdasarkan dua kata kunci: niat dan tujuan. Itulah inti dari Aspire. Tujuan saya sederhana: menghadirkan percakapan bersama para pemikir hebat dan pemimpin di dunia bisnis, agar Anda bisa mendapatkan wawasan, alat, dan strategi untuk membangun kehidupan versi Anda sendiri.

Saya ingin setiap narasumber menjadi mentor dalam pikiran Anda—suara yang mendorong, menginspirasi, dan mengingatkan Anda bahwa Anda jauh lebih kuat daripada yang Anda kira. Sebab satu hal yang saya pelajari—dan sering kali melalui jalan yang sulit—adalah bahwa jalan menuju kesuksesan dimulai dari dalam diri. Tidak peduli dari mana Anda berasal, siapa mentor Anda, apa saja yang pernah menghambat Anda, atau kesalahan apa pun yang telah Anda buat—yang penting adalah memiliki sistem keyakinan kuat yang memandu setiap langkah Anda.

Sebab ketika semua dimulai dari diri Anda, segalanya menjadi mungkin—terutama jika Anda mau bekerja keras. Seperti yang pernah dikatakan oleh mentor saya dalam pikiran, Oprah Winfrey, “Itu adalah salah satu hal yang saya tahu pasti.”

Hari ini, saya ingin membagikan 10 pelajaran penting yang membentuk perjalanan saya—beberapa di antaranya saya harap bisa saya pelajari lebih awal. Dan saya akan membagikannya secara jujur, tanpa penyaringan.

1. Ketahui Apa yang Tidak Anda Ketahui

Seberapa baik Anda benar-benar mengenal diri sendiri? Bukan hanya soal kepribadian atau keahlian, tetapi apakah Anda tahu kelemahan Anda? Apa saja keterampilan yang belum Anda miliki? Di area mana Anda butuh bantuan?

Saya, misalnya, seorang disleksia. Saya kesulitan membaca spreadsheet penuh angka. Saya juga mudah kehilangan fokus dan tidak tahan dengan pertemuan panjang atau rapat besar. Tapi setiap minggu saya harus hadir dalam pertemuan koleksi produk bersama 40-50 orang dari berbagai divisi.

Saya belajar untuk jujur pada diri sendiri tentang kelemahan saya. Dan saya tidak akan pernah mencapai keberhasilan jika saya tidak mengakui hal itu dan mencari cara untuk mengatasinya.

Salah satu terobosan terbesar dalam hidup saya terjadi ketika saya akhirnya mengakui bahwa saya tidak tahu segalanya. Dan berikutnya, saat saya berhenti berpura-pura seolah saya tahu segalanya.

Saya pernah terjebak dalam jebakan perfeksionisme, merasa harus mampu mengerjakan segalanya dan punya semua jawaban. Rasa takut gagal atau mengecewakan sangat nyata, terutama ketika keluar dari zona nyaman—seperti saat ini. Tapi justru saat Anda mulai hal baru dan mendorong diri melampaui batas, rasa takut itu akan muncul berkali-kali.

Dulu saya menyembunyikan ketidaktahuan saya dalam rapat. Saya pikir, kalau saya tidak unggul dalam keuangan atau angka, saya tidak pantas memimpin bisnis. Tapi semuanya berubah saat saya mulai bertanya—kepada siapa pun yang mungkin punya jawaban. Saya menghubungi klien agensi, kolega lama, bahkan bos teman saya atau kompetitor.

Saya mulai menjadi pribadi yang aktif mencari jawaban. Ketika membangun bisnis pertama, saya pikir saya harus bisa melakukan semuanya sendiri. Saya mikromanajemen segala hal, merasa jika saya tidak mengontrol, maka pekerjaan tidak akan selesai. Nyatanya, itu hanya menciptakan kekacauan.

Bisnis saya benar-benar berkembang saat saya belajar untuk percaya kepada tim yang saya rekrut. Saya mulai sadar bahwa keberhasilan tidak berarti tahu segalanya, tapi tahu apa yang tidak saya tahu, dan mencari orang yang lebih ahli untuk menutupi kekurangan saya.

Kini, salah satu bagian favorit saya dalam pekerjaan adalah menemukan talenta terbaik dari berbagai penjuru dunia. Saya tidak merasa terancam jika orang lain lebih ahli, lebih artikulatif, atau lebih berpengalaman. Justru, hal itu memperkuat saya.

Karena saat saya dikelilingi orang-orang hebat, saya juga terlihat hebat. Dan saya tidak perlu berpura-pura bisa segalanya. Saya hanya perlu fokus pada keunikan dan kontribusi terbaik saya.

Intinya: Anda tidak harus ahli di semua bidang. Yang penting adalah sadar akan kelemahan, tidak berpura-pura, belajar bertanya, dan merekrut orang yang lebih hebat di bidang yang bukan kekuatan Anda. Lalu biarkan mereka bekerja dan bersinar.

2. Manfaatkan Apa yang Anda Miliki

Strategi penting yang benar-benar mengubah arah karier saya adalah leverage—memanfaatkan apa pun yang Anda punya sebagai batu loncatan untuk melompat lebih jauh. Entah itu peluang, keterampilan, atau hubungan—semuanya bisa dimaksimalkan.

Saya selalu punya visi yang jelas tentang masa depan saya. Tapi jujur saja, saya tidak selalu tahu bagaimana cara mencapainya. Maka saya mulai merencanakan dengan serius, agar tahu langkah apa saja yang harus saya ambil untuk sampai ke sana.

Saya menyadari bahwa salah satu kekuatan saya adalah kemampuan untuk leverage. Saya menjadikan apa pun yang ada di tangan saya sebagai batu loncatan menuju langkah berikutnya.

Contohnya, saya memulai karier di sebuah perusahaan produksi acara fashion. Kedengarannya mewah, tapi kenyataannya saya membangun set panggung untuk pertunjukan runway—pekerjaan yang nyaris tak terlihat hasilnya. Tiga bulan bekerja keras, dan pertunjukannya hanya berlangsung tujuh menit. Setelah itu, saya harus membongkar semuanya kembali.

Tiga bulan kerja keras, hilang begitu saja.

Berpindah dari satu acara ke acara berikutnya, menghadiri pesta-pesta yang bahkan saya tidak diundang, menjadi rutinitas saya selama lebih dari lima tahun. Sekilas, itu mungkin terlihat glamor, tapi sebenarnya mungkin itu adalah pekerjaan paling tidak memuaskan yang pernah saya jalani—atau setidaknya tampak demikian.

Namun, ternyata pengalaman itu sangat berharga. Dari pekerjaan itulah saya memahami cara kerja industri fashion secara mendalam. Mengapa orang datang ke fashion show? Mereka hadir untuk membeli koleksi, menciptakan cerita pers, dan menulis ulasan yang membangun sorotan publik. Setiap orang yang hadir di acara tersebut adalah potensi koneksi. Setiap klien yang mengadakan pertunjukan bisa menjadi pintu menuju sesuatu yang lebih besar bagi saya.

Ketika akhirnya saya meninggalkan perusahaan tersebut, saya tidak hanya membawa daftar kontak yang luas, tapi juga sebuah reputasi. Di usia yang masih muda, reputasi saya bukan karena pencapaian luar biasa, melainkan karena dikenal sebagai pekerja keras yang memiliki semangat tinggi terhadap industri ini, dan yang jelas-jelas memiliki tekad kuat untuk terus maju.

Saya menggunakan reputasi dan jaringan itu sebagai pijakan menuju posisi berikutnya. Kontak-kontak itu menjadi klien pertama dalam bisnis agensi yang saya bangun. Klien-klien itu kemudian membuka proyek-proyek yang lebih besar, memberikan lebih banyak peluang. Ketika tiba saatnya saya harus mengumpulkan dana untuk startup pertama saya sepuluh tahun kemudian, saya tidak pergi ke venture capital atau dana investasi—saya bahkan belum kenal dengan dunia itu. Sebaliknya, saya kembali ke salah satu klien saya—seseorang yang telah lama bekerja sama dengan saya dan percaya pada kemampuan saya.

Saya bukan hanya berhasil mempresentasikan ide saya, tetapi juga menjadikan orang tersebut sebagai penasihat yang sangat saya andalkan hingga bertahun-tahun kemudian.

Pelajaran utamanya adalah: Anda mungkin belum bisa melihat jalan ke depan dengan jelas, dan itu sangat normal. Banyak orang datang kepada saya menanyakan, “Langkah selanjutnya apa? Bagaimana saya bisa sampai ke tempat yang saya inginkan?” Jawaban saya sederhana: lakukan pekerjaan Anda sekarang dengan luar biasa.

Cara terbaik untuk diperhatikan dan memanfaatkan leverage yang Anda miliki adalah dengan menjadi sangat hebat dalam hal yang sedang Anda lakukan saat ini. Gunakan apa pun yang ada di tangan Anda hari ini—pengalaman, koneksi, keahlian—sebagai batu loncatan untuk melangkah lebih jauh. Itulah kekuatan leverage, dan semua orang memilikinya.

3. Selalu Jadi Diri Sendiri

"Jadilah dirimu sendiri, karena semua orang lain sudah diambil." Kalimat ini sering dikaitkan dengan Oscar Wilde, dan saya sangat menyukainya. Bagi sebagian orang, menjadi diri sendiri adalah sesuatu yang sangat alami. Tapi bagi sebagian lainnya, itu bisa menjadi tantangan berat.

Saya sendiri merasa cukup nyaman dengan jati diri saya—sampai saya berusia sekitar 17 tahun. Saat itu saya banyak magang di berbagai agensi PR di London dan segera menyadari bahwa saya berbeda. Saya tidak tampil seperti anak-anak magang lain, saya tidak berbicara seperti mereka, dan yang paling menyakitkan: saya tidak punya uang makan siang seperti mereka. Mereka pergi makan di tempat-tempat mahal, dan saya hanya bisa kesal melihatnya.

Awalnya, saya pikir kunci untuk sukses adalah "menyesuaikan diri". Tapi semua berubah ketika salah satu direktur memilih saya untuk menangani akun tertentu. Dengan nada agak meremehkan, ia berkata, "Pakai dia saja," dan menyebut saya sebagai “anak pasar dengan logat Cockney.”

Bagi Anda yang mungkin tidak paham istilah itu—itu bukan pujian.

Tapi alih-alih tersinggung, saya justru senang dipilih. Saya menahan reaksi saya, dan ketika saya punya waktu untuk mencerna komentar itu, saya mengambil keputusan: saya tidak akan mengubah cara saya bicara atau mencoba menyembunyikan latar belakang saya. Saya memilih untuk tampil apa adanya—dan itulah awal dari semua.

Yang saya sadari kemudian adalah bahwa semua hal yang membuat saya berbeda di tempat kerja, justru menjadi kekuatan saya. Saya keluar dari kuliah lebih awal dan langsung bekerja, sehingga saya lebih muda dari kebanyakan rekan kerja saya. Itu membuat saya dianggap seperti "si kecil" yang dilindungi, dan itu membantu saya. Karena saya tidak punya cara berpikir standar dari sekolah bisnis, saya justru terbiasa berpikir praktis dan langsung mencari solusi.

Saya mencoba banyak hal yang tidak berhasil—tapi Anda hanya perlu benar satu kali. Ketika saya akhirnya berhasil, saya dikenal sebagai orang yang akan mencari jalan keluar apapun yang terjadi.

Menjadi perempuan kulit hitam di kantor yang mayoritas kulit putih juga membuat saya menonjol. Klien selalu ingin mendengar pendapat saya—dan saat itu saya mengambil setiap kesempatan, bahkan ketika saya belum sepenuhnya tahu apa yang saya bicarakan. Sekarang saya sadar bahwa justru perbedaan-perbedaan itulah yang membentuk keunikan saya.

Itulah sebabnya saya terus memilih untuk menjadi diri sendiri. Dan Anda juga sebaiknya memilih hal yang sama—setiap hari.

Hadapi Beban Masa Lalu Anda

Sekarang kita masuk ke bagian yang lebih dalam. Setiap orang membawa "bagasi" emosional dari masa lalu. Masa lalu bisa jadi beban berat. Dalam kasus saya, itu adalah trauma masa kecil, kemarahan, dan emosi yang tidak pernah saya proses secara tuntas.

Saat Anda sedang membangun sesuatu yang besar—baik itu bisnis, karier, atau hidup Anda sendiri—luka lama itu akan muncul dan menahan laju Anda.

Saya pernah berada di titik di usia 20-an ketika saya sadar bahwa kemarahan dan luka batin saya benar-benar menghambat kemajuan. Saya tidak bisa terus-menerus menyalahkan masa lalu atau kondisi hidup saya sebagai alasan mengapa saya belum berkembang.

4. Hadapi Luka Lama Anda

Jika ingin benar-benar maju, kita harus bersedia melakukan pekerjaan berat: menyembuhkan diri sendiri. Itu berarti duduk tenang, menghadapi semua luka masa lalu, dan bersedia mengolahnya hingga tuntas. Saya sudah menjalani terapi sejak remaja, dan jujur, itu menjadi salah satu keputusan paling berharga dalam hidup saya.

Saya pernah mengikuti program intensif penyembuhan trauma masa kecil—pengalaman yang mengubah cara pandang saya terhadap hidup dan pekerjaan. Sebagai pribadi yang tidak pandai memisahkan urusan kerja, keluarga, atau proyek lain dalam kehidupan saya, semuanya cenderung menyatu. Dan saat saya sedang marah atau frustrasi, saya tidak bisa begitu saja menutup emosi itu dan tampil seolah semuanya baik-baik saja.

Maka dari itu, untuk bisa menjalankan semua peran saya dengan baik, saya perlu menghadapi dasar persoalan yang ada dalam diri saya. Begitu pula Anda.

Saya bersyukur karena kini kita hidup di masa ketika terapi bukan lagi sesuatu yang dianggap tabu. Dulu, saat saya lebih muda, itu bukan hal yang umum dibicarakan. Sebagai ibu dari empat anak, saya sering merasa sulit menyisihkan waktu untuk merawat diri. Kadang rasanya seperti tindakan egois. Tapi memahami alasan di balik setiap keputusan dan reaksi diri ternyata membuka ruang perubahan yang penting.

Ketika kita bisa mengidentifikasi pola dalam diri, dan menelusuri dari mana asalnya, kita jadi lebih mudah memperbaikinya. Bahkan saat kita mulai menyadari hal-hal di luar diri kita—yang memicu reaksi negatif—itu bisa jadi undangan untuk bercermin.

Seorang terapis saya pernah berkata, “Kalau kamu bisa melihatnya, kemungkinan kamu juga punya itu.” Kalimat itu terus saya ingat, terutama saat saya mulai menghakimi orang lain.

Intinya, Anda tidak bisa benar-benar sukses dalam bisnis kalau hidup pribadi Anda masih berantakan. Menyelesaikan luka-luka lama adalah jalan menuju keberhasilan sejati. Anda tidak bisa terus lari dari masa lalu dan berharap bisa melangkah maju. Kalau ingin tumbuh, Anda harus berani menghadapi sisi tergelap dalam diri.

Ada anggapan bahwa menjadi kuat berarti harus selalu tahu jawabannya, tidak pernah goyah, dan terus terlihat tegar. Tapi itu beban yang berat. Kenyataannya, berjuang tidak berarti lemah. Itu berarti Anda manusia. Berbicara dengan seseorang, mencari bantuan, membuka ruang untuk terapi—semua itu bukan tanda kegagalan, melainkan langkah menuju versi diri yang lebih sehat dan tangguh.

5. Ambil Tanggung Jawab Atas Hidup Anda

Ini mungkin bagian yang paling sulit: seberapa banyak dari hidup Anda yang bisa Anda akui sebagai tanggung jawab Anda sendiri?

Saya dibesarkan dalam budaya yang cenderung suka menyalahkan. Apa pun yang terjadi, selalu ada orang lain yang dijadikan alasan—tetangga, pemerintah, atau siapa pun. Jarang sekali kita diajarkan untuk melihat ke dalam dan mengakui peran kita sendiri.

Saya tumbuh di bagian kota yang keras. Sekolah tempat saya belajar tidak mudah, dan saya sempat merasa frustrasi karena merasa tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Ketika akhirnya saya diterima di London College of Fashion, saya berhadapan dengan teman-teman sekelas yang berasal dari latar belakang lebih mapan dan cerdas secara akademik. Saya merasa tertinggal. Saya mulai meyakini bahwa karena mereka memulai dari tempat yang lebih baik, maka akhir mereka juga pasti lebih baik.

Akhirnya saya menyerah, dan keluar dari kampus dalam waktu kurang dari satu tahun. Setelah itu, mencari pekerjaan bukan hal mudah. Saya tidak punya koneksi. Tak ada kerabat atau teman keluarga yang bisa membuka pintu untuk saya.

Saya sempat tenggelam dalam rasa kecewa, sampai satu hari saya menonton sebuah episode Oprah. DI SANA, IA MEMBAHAS PENTINGNYA MENGAMBIL TANGGUNG JAWAB PENUH ATAS HIDUP SENDIRI. KATA-KATANYA MENGUBAH CARA PANDANG SAYA SELAMANYA.

Memang benar bahwa tidak semua orang memulai dari tempat yang sama. Banyak orang harus berjuang dua kali lebih keras untuk hal-hal yang dianggap biasa oleh orang lain. Tapi kalau Anda, seperti saya, percaya bahwa pola pikir menentukan realitas, maka mengambil tanggung jawab pribadi adalah jalan tercepat untuk mengubah arah hidup Anda.

Sejak hari itu, saya mulai mengambil kendali. Saya bertanggung jawab atas waktu bangun saya, surat lamaran kerja yang saya kirim, telepon tindak lanjut yang saya lakukan, bahkan mengantar surat lamaran langsung ke kantor-kantor yang tidak membalas saya.

Saya bekerja tujuh hari seminggu dan membuka mata terhadap setiap kemungkinan. Dan saat sesuatu tidak berhasil, saya tidak lagi menyalahkan luar. Saya bertanya: apa peran saya dalam kegagalan ini?

Setiap kali saya mengambil tanggung jawab, saya belajar sesuatu. Dan itu membuat saya tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Sekarang, dalam hidup saya hari ini, tanggung jawab berarti mencari tahu bagaimana cara saya bisa bahagia. Bagaimana saya bisa menjadi orang tua terbaik sambil tetap mengejar ambisi. Dan ketika saya lelah, frustrasi, atau merasa kewalahan, saya tahu tugas saya adalah memperbaiki keadaan.

Tidak ada yang akan datang menyelamatkan Anda. Itu pelajaran paling sulit tapi paling penting: saya bertanggung jawab atas semua yang terjadi dalam hidup saya—yang baik maupun yang buruk.

Ketika Anda mengambil kepemilikan penuh atas hidup Anda, Anda berhenti menjadi korban dan mulai menjadi pribadi yang berdaya. Bukan berarti mudah. Tapi ini langkah yang penting bagi siapa pun yang ingin tumbuh.

Satu-Satunya yang Bisa Anda Kendalikan Adalah Diri Sendiri

Inilah kenyataan yang perlu kita semua dengar: ada banyak hal dalam hidup yang bisa Anda kendalikan—dan lebih banyak lagi yang tidak bisa.

Sebagai seorang wirausahawan, saya tahu betul bahwa saya bisa mengendalikan visi saya, energi saya, standar yang saya tetapkan, dan cara saya hadir setiap hari. Saya bisa memilih tim saya, pola pikir saya, batasan saya, dan bagaimana saya merespons ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana.

Namun, saya tidak bisa mengontrol opini orang lain, laju perjalanan orang lain, atau setiap perubahan di pasar. Dan mencoba mengendalikan hal-hal tersebut hanya akan menguras energi.

Satu hal yang pasti: Anda tidak perlu mengontrol segalanya. Anda hanya perlu mengendalikan diri Anda. Dan itu, sudah lebih dari cukup untuk membuat perbedaan besar.

6. Kuasai Hal-Hal yang Bisa Kamu Kendalikan

Ada banyak hal dalam hidup ini yang bisa kita kendalikan, dan kalau kamu melatihnya setiap hari, dampaknya bisa sangat besar. Yang pertama adalah bagaimana kamu berbicara pada dirimu sendiri. Seperti yang dikatakan oleh temanku, Diane von Fürstenberg: “Hubungan paling penting yang akan kamu miliki dalam hidup adalah hubungan dengan dirimu sendiri.” Maka, perlakukan dirimu dengan baik. Ucapkan kata-kata yang membangun, bukan menghancurkan. Jadikan itu kebiasaan.

Lalu, bagaimana kamu merespons orang lain. Dunia ini kecil, dan hidup terlalu singkat untuk bersikap dingin atau acuh tak acuh. Orang-orang yang kamu temui hari ini bisa saja kembali hadir dalam hidupmu di masa depan dalam bentuk dan situasi yang berbeda. Jadi, bagaimana kamu membuat orang lain merasa? Apakah kehadiranmu memberi energi, atau justru mengurasnya? Menyapa dengan tulus, menatap mata saat berbicara, memberikan senyum kecil, atau sekadar menyebutkan hal kecil yang berarti bagi orang lain—semua itu adalah bagian dari caramu hadir dalam hidup mereka. Dan ketika kamu memperbaiki cara berhubungan dengan orang lain, hidupmu pun ikut berubah.

Hal sederhana berikutnya adalah bagaimana kamu memulai dan menutup hari. Dua keputusan kecil ini telah mengubah hidup saya. Sejak usia dua belas tahun, saya menulis jurnal. Ketika remaja, jurnal itu berubah menjadi jurnal syukur, dan hingga hari ini, saya masih menjalankannya. Menulis hal-hal yang saya syukuri mengubah perspektif saya terhadap hidup. Fokus saya menjadi tertuju pada apa yang baik dan layak dirayakan, bukan hanya apa yang kurang.

Saya juga memilih untuk tidak tidur di samping ponsel. Saya menggunakan jam alarm biasa dan mengisi daya ponsel di ruangan lain. Saya tidak melihat email atau berita sebelum saya berbicara dengan pasangan saya di pagi hari, minimal selama lima belas menit, sambil minum kopi. Mungkin terdengar sepele, tapi dampaknya luar biasa. Saya merasa jernih, tidak mudah terseret oleh emosi yang dibawa oleh dunia luar. Ini memberikan kendali atas pagi saya.

Malam hari, saya pun menjalani rutinitas sederhana tapi bermakna. Mengecek anak-anak, berdoa singkat di depan pintu kamar mereka, membaca beberapa halaman buku, minum teh herbal, dan menarik napas dalam. Dalam hari yang penuh kesibukan dan pertemuan tanpa jeda, ini adalah cara saya menurunkan suhu sebelum tidur. Refleksi dan rasa syukur sebelum menutup hari memberikan makna dan struktur. Hidup saya menjadi lebih tenang karena dibuka dan ditutup dengan kesadaran.

7. Ambil Risiko yang Dibutuhkan

Jika hanya ada satu hal yang bisa kamu ingat dari semua ini, maka biarlah itu kalimat ini: risiko adalah syarat, bukan pilihan. Bermain aman justru jauh lebih berbahaya. Jika kamu membangun sesuatu yang layak dimiliki—bisnis, merek, atau hidup yang membuatmu menyala—akan selalu ada momen ketika kamu berdiri di tepi jurang dan bertanya: “Apakah layak untuk melompat?” Dan jawabannya hampir selalu: ya.

Saya pindah ke Amerika dengan dua anak kecil, meninggalkan keluarga, kenyamanan, dan pekerjaan yang sudah saya kuasai sepenuhnya. Saya menjual perusahaan saya dan memulai dari awal sebagai CEO di industri yang sangat asing bagi saya. Itu menakutkan. Tapi saya tahu ada suara kecil di dalam diri saya yang berkata, “Ada sesuatu yang lebih besar menantimu.”

Risiko bukan tindakan sembrono. Risiko adalah jembatan antara siapa dirimu sekarang dan siapa dirimu yang akan datang. Setiap orang yang kamu kagumi memiliki jejak langkah penuh keputusan berani di belakangnya. Tidak semuanya berhasil. Saya pun telah mencoba banyak hal yang akhirnya gagal. Tapi semuanya memberi pelajaran yang tidak mungkin saya dapatkan jika saya terus bermain aman.

Seringkali kita diajarkan untuk menunggu kepastian, menunggu waktu yang tepat, atau mencari persetujuan. Tapi, itu semua hanya membuang waktu. Kalau kamu ingin terbiasa mengambil risiko, mulailah dari yang kecil. Latih otot keberanianmu. Biasakan diri dengan rasa tidak nyaman. Tanyakan pada dirimu: “Apa kemungkinan terburuknya? Dan apa kemungkinan terbaiknya kalau saya percaya pada diri saya sendiri?”

Bermain aman adalah pilihan paling berisiko jika kamu punya impian besar. Jadi, hari ini, saya menantangmu untuk mengambil satu langkah berani. Kirim email itu. Tawarkan ide itu. Luncurkan proyek itu. Ucapkan hal yang selama ini kamu tahan. Minta apa yang benar-benar kamu inginkan. Karena setiap kali kamu memilih keberanian daripada kenyamanan, kamu sedang membangun masa depan yang benar-benar kamu inginkan.

Dan itu, teman-teman, adalah risiko yang layak diambil.

8. Pekerjaan Itu Wajib, Titik.

Tak bisa dipungkiri, saya bekerja sangat banyak—dan mungkin tak selalu sehat. Saya merancang outline untuk episode ini di malam hari, ketika sebagian besar orang sedang bersantai. Saya pergi ke kantor empat sampai lima hari seminggu, dan meskipun saya bekerja dari rumah di hari tertentu, saya tetap fokus menjalankan pekerjaan. Malam dan akhir pekan pun sering kali saya habiskan untuk bekerja.

Saya mencintai apa yang saya kerjakan, tapi ya, saya bekerja hampir sepanjang waktu.

Dalam perjalanan karier saya, terutama di usia 20–30-an, saya pernah menjalani hubungan yang kurang sehat dengan pekerjaan. Saya pernah terbangun di tengah malam hanya untuk merespons email penting karena perbedaan zona waktu dengan klien. Saat itu, saya belum memiliki tanggungan besar, belum menikah, belum punya anak—saya bisa mengerahkan seluruh energi untuk bekerja. Dan memang itulah yang saya lakukan.

Bukan berarti semua orang harus bekerja seperti ini untuk sukses. Tapi ada sesuatu yang istimewa dari totalitas dan komitmen penuh untuk sebuah tujuan. Yang penting adalah memiliki fokus: tahu untuk apa kamu bekerja, dan bagaimana setiap usahamu mengarah ke tujuan itu. Bekerja keras tanpa arah hanya akan mengurasmu tanpa hasil memuaskan.

Saya tahu banyak orang lelah dengan budaya “hustle”. Saya pun sangat menghargai pentingnya keseimbangan hidup. Tapi kita juga perlu jujur: kerja keras tetap bagian tak terpisahkan dari proses. Sebagian besar pekerjaan yang saya lakukan di awal hidup saya tidak menyenangkan. Saya pernah membagikan koran, membuat sandwich, bekerja di toko, hingga mengemas barang. Semua itu saya jalani dengan satu pemikiran: ini semua bagian dari perjalanan menuju sesuatu yang lebih besar.

Apapun posisi atau tahap hidupmu, kita semua pada akhirnya harus membayar "harga belajar". Dan saat kamu merasa terjebak di pekerjaan yang tak memuaskan, carilah makna. Temukan celah untuk belajar dan bertumbuh. Karena selalu ada, jika kamu mau mencarinya.

Intinya: jangan patah semangat dengan pekerjaan. Justru, pekerjaan adalah jembatan menuju tujuanmu. Semakin cepat kamu menyelami dan menjalaninya dengan sepenuh hati, semakin cepat hasil yang berarti akan muncul.

9. Kamu Bisa Memiliki Semuanya, Tapi Tidak Sekaligus

Topik ini adalah salah satu favorit saya. Gagasan tentang trade-off—pertukaran—pertama kali benar-benar mengena ketika saya mendengar Shonda Rhimes berkata bahwa setiap kali dia unggul dalam satu aspek hidupnya, dia harus mengorbankan aspek lain. Dan saya pikir, itu berlaku untuk kita semua.

Bukan menerima adanya pertukaran yang sulit. Yang sulit adalah memutuskan bagian mana yang harus dikorbankan.

Saya adalah orang yang sangat berorientasi pada tujuan. Saya menuliskan rencana tahunan dan bahkan visi dekade. Dengan begitu, ketika ada sesuatu yang tidak mendekatkan saya pada tujuan itu, maka saya harus berani bilang tidak—kecuali hal itu benar-benar memberi makna bagi hidup saya, seperti keluarga atau spiritualitas.

Misalnya, jika ada pesta yang seru tapi saya sudah berkomitmen untuk membaca di pagi hari, maka saya akan melewatkan pesta itu. Bukan karena saya tidak ingin hadir, tapi karena saya telah menentukan prioritas. Tentu, kadang keputusan seperti ini membuat kita menolak sesuatu yang sangat kita inginkan. Tapi itu bagian dari proses.

Penting juga untuk berkomunikasi secara jelas kepada orang di sekitar. Jika ada permintaan yang tidak sesuai prioritas, cukup katakan, “Maaf, saya tidak bisa.” Tanpa harus panjang lebar.

Intinya: kamu bisa memiliki semua hal yang kamu impikan—tapi tidak dalam waktu yang bersamaan. Tugasmu adalah menentukan apa yang paling penting sekarang, dan berani membuat pertukaran secara sadar.

10. Terus Belajar, Selalu

Salah satu kutipan favorit saya berbunyi: “Semakin banyak kamu belajar, semakin besar potensi kamu untuk bertumbuh dan meraih.” Itu dari Warren Buffett. Dan menurut saya, belajar secara terus-menerus adalah pembeda utama antara orang baik dan orang hebat.

Saya bukan murid yang hebat di sekolah. Saya baru mengetahui bahwa saya disleksia saat usia 20-an. Tapi saya selalu memiliki rasa ingin tahu yang besar. Rasa lapar akan pengetahuan dan pengalaman itulah yang terus membawa saya maju. Dan saya percaya bahwa setiap orang bisa berkembang jika mereka tetap dalam learning mode.

Belajar itu bukan hanya tentang membaca. Ini soal kemampuan untuk mendengar, mengamati, mengajukan pertanyaan yang lebih baik, dan terbuka terhadap pandangan yang berbeda. Dan lebih dari itu, belajar adalah tentang mengaplikasikan pengetahuan—bukan hanya mengumpulkannya.

Beberapa cara praktis yang saya lakukan untuk terus belajar:

  1. Ciptakan momen belajar mikro. Luangkan 15–30 menit setiap hari untuk belajar. Dengarkan podcast, baca buku, atau tonton video inspiratif saat bersiap atau di perjalanan.
  2. Ajukan pertanyaan reflektif. Setiap hari, tanyakan: Apa yang saya pelajari hari ini? Apa yang menantang saya? Apa yang bisa saya lakukan lebih baik?
  3. Jadwalkan belajar seperti meeting. Bila tidak ada di kalender, kemungkinan besar tidak akan terjadi.
  4. Kelilingi dirimu dengan guru. Ini bisa berupa mentor, teman yang berpikir besar, atau komunitas pengembangan diri.
  5. Ajarkan kembali apa yang kamu pelajari. Saat kamu membagikan ilmu, kamu makin memahami dan menguatkannya dalam diri.

Intinya: yang membedakan mereka yang baik dari yang hebat adalah kemampuan untuk terus belajar dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.

Ringkasan 10 Prinsip Hidup dan Sukses

  1. Kenali apa yang kamu tidak tahu. Tak perlu jago di semua bidang. Delegasikan ke ahlinya.
  2. Manfaatkan apa yang kamu miliki. Gunakan relasi, reputasi, dan kesempatan saat ini untuk melangkah.
  3. Jadilah dirimu sendiri. Keunikan adalah kekuatanmu.
  4. Hadapi masa lalumu. Tidak bisa maju kalau tidak menyelesaikan yang tertinggal.
  5. Ambil tanggung jawab penuh. Segala kesalahan dan keberhasilan, milikilah semuanya.
  6. Fokus pada yang bisa kamu kendalikan. Jangan buang energi untuk hal di luar kendalimu.
  7. Ambil risiko. Satu langkah berani bisa mengubah segalanya.
  8. Kerja adalah kewajiban. Tak ada jalan pintas—kerjakan dengan tujuan besar di kepala.
  9. Kamu bisa punya semuanya—tapi tidak sekaligus. Tentukan prioritas, jalani dengan sadar.
  10. Terus belajar. Terapkan pelajaran. Di situlah letak perbedaan antara yang baik dan yang luar biasa.


Comments

Popular posts from this blog

KUPAS TUNTAS ETERNEL THREE

KUPAS TUNTAS PURIFI THREE

THREE Mr. Les Brown - Christine Peterson and Samson Li